kegiatan belajar mengajar matematika perlu
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh.
Ditinjau dari hakekat matematika dan obyek matematika yang abstrak, maka
peserta didik sekolah dasar (SD) selalu mengalami kesulitan mempelajari
matematika, muncul kebosanan yang mengakibatkan tidak tertarik untuk
belajar matematika. Untuk menjawab permasalahan ini perlu dikaji
bagaimana mengajarkan matematika kepada murid SD agar konsep matematika
mudah dipahami dan menarik.
Peserta didik SD berada pada periode operasi konkrit, sehingga dalam
pengajaran konsep matematika sebaiknya disajikan dalam bentuk-bentuk
konkrit, yaitu dengan menggunakan alat peraga. Seperti dalam motto
bangsa Cina “saya mendengar dan saya lupa, saya melihat dan saya ingat,
saya lakukan dan sa1zya mengerti.” Motto ini sangat berarti bagi seorang
guru, dengan motto ini sebagai dasar atau patokan minimal dalam
pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah adalah
bagaimana menumbuhkan motivasi dan minat belajar matematika bagi peserta
didik SD?
PEMBAHASAN
Belajar dan Mengajar Matematika
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri individu. Hudoyo (1988: 1) mengemukakan bahwa pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk,
dimodifikasi dan berkembang akibat aktivitas belajar. Karena itu
seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan bahwa dalam diri
orang itu terjadi suatu proses yang mengakibatkan suatu perubahan
tingkah laku.
Hamalik (1990: 21) mengatakan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan
atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Sejalan dengan
itu Sudjana (1991: 5) mengatakan belajar adalah suatu perubahan yang
relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil
dari praktek atau latihan.
Dengan demikian, maka belajar dapat diartikan sebagai suatu usaha yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
dalam interaksi dengan lingkungannya.
Belajar matematika ialah belajar konsep-konsep dan struktur-struktur dan
struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang
dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika (Hudoyo,1990: 48). Konsep-konsep merupakan
batu-batu pembangun (building blocks) berpikir. Konsep-konsep merupakan
dasar bagi proses-proses mental yang lebih baik untuk merumuskan
prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi (Dahar, 1989: 79).
Soedjadi (1981: 7) mengatakan bahwa objek abstrak matematika sebagai
ilmu, tidak dapat diubah menjadi konkrit. Akan tetapi untuk memahami
dapat ditempuh berbagai jalan, antara lain dengan menggunakan
benda-benda konkrit. Sifat-sifat tertentu dari sekumpulan benda konkrit,
dapat dijadikan titik tolak untuk memahami subjek matematika yang
abstrak itu. Upaya ini diperlukan dalam pendidikan matematika karena
sasaran pemberian matematika sebagai bahan pelajaran adalah peserta
didik tengah berkembang.
Mengajar dilukiskan sebagai suatu proses interaksi antara guru dan
peserta didik, di mana guru mengharapkan peserta didiknya dapat
menguasai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang benar-benar dipilih
oleh guru. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipilih guru
hendaknya relevan dengan tujuan dari pada pelajaran yang diberikan
dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik (Hudoyo, 1990:
107).
Dengan menguasainya bahan ajaran, tidaklah berarti bahwa tujuan akhir
proses belajar mengajar, tetapi bahan ajaran diorientasikan sedemikian
hingga dapat menumbuhkan (1) sikap terbuka dan percaya diri, (2)
kreativitas dan insigh, (3) kemampuan memecahkan masalah matematika, dan
(4) kemampuan belajar seumur hidup (Soedjadi, 1989: 17).
Motivasi Belajar Matematika
Manusia sebagai mahluk hidup yang secara sadar selalu ada dorongan dalam
dirinya rasa ingin tahu sesuatu. Daya dorong tersebut disebut dengan
“motif”. Motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi hal yang dapat
disaksikan oleh manusia itu sendiri.
Drever (dalam Slameto, 1991: 60) mengatakan motive is an
affective-conative factor which operates in determining the direction of
an individual’s behavior towards an end or goal consiustly apprehended
or unconsiustly. Dari definisi ini dapat dipahami bahwa motif erat
kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan
itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu
perlu berbuat. Sedangkan penyebab berbuat adalah motif itu sendiri
sebagai daya pendorongnya atau penggeraknya. Motif merupakan kondisi
intern atau disposisi (kesiagaan atau kecenderungan) seseorang untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa motif adalah
segala sesuatu yang timbul dari dalam diri individu yang mendorongnya
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
Suatu motif selalu mempunyai tujuan, sedang tujuan menjadi arah sesuatu
kegiatan yang bermotif.
Motif dan motivasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, namun
secara konseptual dapat dibedakan karena motivasi merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan timbulnya dan aktifnya motif. Sardiman (1992: 73)
menyatakan bahwa berawal dari kata motif maka motivasi dapat diartikan
sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif
pada saat-saat tertentu, terutama bila untuk mencapai tujuan terasa
sangat mendesak.
Hudojo (1990: 97) mengatakan bahwa kekuatan pendorong yang ada di dalam
diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk
mencapai sesuatu tujuan disebut “motif”. Sedangkan segala sesuatu yang
berkaitan dengan timbulnya dan berlangsungnya motif itu disebut
“motivasi”. Hal ini berarti bahwa dibalik setiap aktivitas seseorang
terdapat sesuatu motivasi mendorongnya untuk mencapai sesuatu tujuan
tertentu.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa dalam hal orang melakukan
atau berbuat sesuatu, alasan atau dorongan menggerakkan orang itu
melakukan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan adalah motifnya, sedang
proses pembangkitan geraknya disebut “motivasi”. Demikian setiap
motivasi selalu berkaitan erat dengan tujuan. Motivasi bukanlah sesuatu
yang statis, tetapi dapat diubah dan ditingkatkan intensitasnya oleh
lingkungan.
Marhaeni (2005: 65) menyatakan bahwa motivasi adalah kondisi yang muncul
dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan
kejadian-kejadian yang diamati oleh individu sehingga mendorong
mengaktifkan perilaku menjadi suatu tindakan nyata.
Motivasi sebagai proses pembangkitan gerak dalam diri individu untuk
melakukan atau berbuat sesuatu guna mencapai suatu tujuan mempunyai tiga
fungsi, yaitu menggerakkan, mengerahkan, dan menyeleksi perbuatan
individu. Minat Belajar Matematika
Menurut pengertian yang paling dasar, minat berarti sibuk, tertarik,
atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari
pentingnya kegiatan itu. Slameto (Abdul Zamad, 2000) memberikan
pengertian bahwa minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterkaitan
pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut
semakin besar minat. Menurut Slameto (2003: 180) bahwa minat adalah
suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di
luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar
minat.
Suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang
menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya,
dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas.
Siswa yang memiliki minat terhadap subyek tertentu cenderung untuk
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat
merupakan kecendrungan hati untuk terlibat pada suatu objek. Dengan
demikian minat belajar dapat didefinisikan sebagai keterlibatan siswa
dengan segenap pikiran dan perhatian secara penuh untuk melakukan
aktivitas belajar.
Dengan demikian minat belajar matematika dapat diartikan sebagai
keterlibatan diri secara penuh dalam melakukan aktivitas belajar
matematika baik di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. Siswa yang
mempunyai minat belajar matematika berarti mempunyai usaha dan kemauan
untuk mempelajari matematika.
Cara menumbuhkan motivasi dan minat
Menurut Hamzah B Uno (2007) bahwa ada beberapa cara menumbuhkan motivasi belajar siswa sebagai berikut:
1. Pernyataan penghargaaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap
prilaku yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik
merupakan cara yang paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif
belajar siswa kepada hasil belajar yang baik. Pernyataan seperti “Bagus
sekali“, “Hebat”, “menakjubkan”, disamping menyenangkan siswa,
pernyataan verbal mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang
langsung antara siswa dan guru dan penyampaiannya kongkret sehingga
suatu persetujuan atau pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan
verbal itu diberikan di depan orang yang banyak.
2. Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan. Pengetahuan
atas hasil pekerjaan, merupakan cara untuk meningkatkan motif belajar
siswa.
3. Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin ditimbulkan oleh suasana yang
dapat mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi,
menghadapi masalah yang sulit dipecahkan, menemukan suatu hal yang baru,
menghadapi teka-teki. Hal tersebut menimbulkan semacam konflik
konseptual sehingga membuat siswa merasa penasaran, dengan sendirinya
menyebabkan siswa tersebut berusaha keras untuk memecahkannnya. Dalam
upaya yang keras itulah motif belajar siswa bertambah besar.
4. Memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa. Dalam upaya itupun,
guru sebenarnya bermaksud untuk menimbulkan rasa ingin tahu siswa.
5. Menjadikan tahap dini dalam belajar mudah bagi siswa. Hal ini
memberikan semacam hadiah bagi siswa pada tahap pertama belajar yang
memungkinkan siswa bersemangat untuk belajar selanjutnya.
6. Mengggunakan materi yang dikenal oleh siswa sebagai contoh dalam
belajar. Sesuatu yang telah dikenal siswa dapat diterima dan diingat
lebih mudah. Jadi, gunakanlah hal-hal yang telah diketahui siswa sebagai
wahana untuk menjelaskan sesuatu yang baru atau belum dipahami oleh
siswa.
7. Gunakan kaitan yang unik dan tak terduga untuk menerapkan suatu
konsep dan prinsip yang sudah dipahami. Sesuatu yang unik, tak terduga,
dan aneh dan lebih dikenang oleh siswa daripada sesuatu yang biasa-biasa
saja.
8. Menuntut siswa untuk menggunakan hal-hal yang sudah dipelajari
sebelumnya. Dengan jalan itu, selain siswa belajar menggunakan hal-hal
yang telah dikenalnya, dia juga dapat menguatkan pemahaman atau
pengetahunannya tentang hal-hal yang telah dipelajarinya.
9. Menggunakan simulasi dan permainan. Simulasi merupakan upaya untuk
menerapkan sesuatu yang dipelajari atau sesuatu yang sedang dipelajari
melalui tindakan langsung. Baik simulasi maupun permainan merupakan
proses yang sangat menarik bagi siswa. Suasana yang sangat menarik
menyebabkan proses belajar menjadi lebih bermakna secara efektif atau
emosional bagi siswa. Sesuatu yang bermakna akan lestari diingat,
dipahami atau dihargai.
10. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di
depan umum. Hal itu akan menimbulkan rasa bangga dan dihargai oleh
umum. Pada gilirannya suasana tersebut akan meningkatkan motif belajar
siswa.
11. Mengurangi akibat yang tidak menyenangkan dan keterlibatan siswa
dalam kegiatan belajar. Hal-hal positif dari keterlibatan siswa dalam
belajar hendaknya ditekankan, sedangkan hal-hal yang berdampak negatif
seyogyanya dikurangi.
12. Memahami iklim sosial dalam sekolah. Pemahaman iklim dan suasana
sekolah merupakan pendorong kemudahan berbuat bagi siswa. Dengan
pemahaman itu siswa dapat memperoleh bantuan yang tepat dalam mengatasi
masalah atau kesulitan.
13. Memanfaatkan kewibawaan guru secara tepat. Guru seyogyanya memahami
sacara tepat bilamana dia harus menggunakan berbagai manifestasi
kewibawaaanya pada siswa untuk meningkatkan motif belajarnya.
Jenis–jenis pemanfaatan itu adalah memberi ganjaran, dalam pengendalian
prilaku siswa, kewibawaan berdasarkan hukum, kewibawaan sebagai rujukan
dan kewibawaan karena keahlian.
14. Memperpadukan motif-motif yang kuat. Seorang siswa giat belajar
mungkin karena latar belakang motif berprestasi sebagai motif yang kuat.
Dia dapat pula belajar karena ingin menonjolkan diri dan memperoleh
penghargaan atau karena dorongan untuk memperoleh kekuatan. Apabila
motif-motif kuat seperti itu dipadukan, maka siswa memperoleh penguatan
motif yang jamak, dan kemauan untuk belajar pun bertambah besar, sampai
mencapai keberhasilan yang tinggi
15. Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai. Diatas telah
dikemukakan bahwa seorang anak akan berbuat lebih baik dan berhasil
apabila memahami yang harus dikerjakannya dan yang dicapai dengan
perbuatannya itu. Makin jelas tujuan yang dicapai, makin terarah upaya
untuk mencapainya.
16. Merumuskan tujuan-tujuan sementara. Tujuan belajar adalah rumusan
yang sangat luas dan jauh untuk dicapai. Agar upaya mencapai tujuan itu
lebih terarah, maka tujuan-tujuan belajar yang umum itu seyogyanya
dipilah menjadi menjadi tujuan sementara yang lebih jelas dan lebih
mudah dicapai.
17. Memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai. Dalam belajar hal ini
dapat dilakukan dengan selalu memberitahukan nilai ujian atau niai
pekerjaan rumah. Dengan mengetahui hasil yang telah dicapai, maka motif
belajar siswa lebih kuat, baik itu dilakukan karena ingin mempertahankan
hasil belajar yang telah baik, maupun untuk memperbaiki hasil belajar
yang kurang memuaskan.
18. Membuat suasana persaingan yang sehat diantara para siswa. Suasana
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengukur kemampuan dirinya
melalui kemampuan orang lain. Lain dari pada itu belajar dengan bersaing
menimbulkan upaya belajar yang sungguh-sungguh, disini digunakan pula
prisip-prinsip keinginan individu untuk selalu lebih baik dari orang
lain.
19. Mengembangkan persaingan dengan diri sendiri. Persaingan semacam ini
dilakukan dengan memberikan tugas dalam berbagai kegiatan yang harus
dilakukan sendiri. Dengan demikian, siswa akan dapat membandingkan
keberhasilannya dalam melakukan berbagai tugas.
20. Memberikan contoh yang positif. Banyak guru yang mempunyai kebiasaan
untuk membebankan pekerjaan pada siswa tanpa kontrol. Biasanya dia
memberikan suatu tugas kepada kelas, dan guru meninggalkan untuk
melaksanakan pekerjaan, keadaan ini bukan saja tidak baik, tetapi dapat
merugikan siswa. Untuk menggiatkan belajar siswa guru tidak cukup untuk
dengan memberikan tugas saja, melainkan harus dilakukan pengawasan dan
pembimbingan yang memadai selama siswa mengerjakan tugas kelas. Selain
itu dalam mengontrol dan membimbing siswa dalam mengerjakan tugas. Guru
seyogyanya memberikan contoh yang baik.
Para ahli ilmu jiwa seperti Piaget, Bruner, Brownell, Skemp, percaya
bahwa jika kita hendak memberi pelajaran kepada anak, kita perlu
memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak. Piaget berpendapat
bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap
dari berpikir intelektual konkrit ke abstrak berurutan melalui empat
periode. Periode berpikir yang dikemukakan oleh Piaget adalah sebagai
berikut: (1) tahap sensori motor, (2) tahap praoperasional, (3) tahap
operasional, dan (4) tahap formal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar